Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Hukum Bagi Orang Menikah yang Berzina Menurut Syariat Islam

Hukum Menurut Syari'at Islam Bagi Orang Menikah yang Berzina

Hukum Menurut Syari'at Islam Bagi Orang Menikah yang Berzina

Ditulis untuk pembaca Biro Ikhtiar Jodoh untuk tujuan edukatif

Pendahuluan

Dalam kehidupan rumah tangga, salah satu ujian terbesar adalah menjaga kesetiaan. Islam menempatkan pernikahan sebagai ikatan yang sakral, bukan sekadar hubungan lahiriah antara suami dan istri, melainkan sebuah perjanjian suci di hadapan Allah SWT. Karena itu, perzinahan apalagi jika dilakukan oleh orang yang sudah menikah, menjadi dosa besar dengan konsekuensi hukum yang sangat berat dalam syari’at Islam.

Artikel ini akan membahas tuntas hukum syari’at Islam terkait perzinahan yang dilakukan oleh orang yang sudah menikah, disertai dalil Al-Qur’an, hadits, pandangan ulama, maqashid syariah, serta motivasi menjaga rumah tangga agar tetap kokoh. Semoga pembahasan ini bisa menjadi pengingat bagi kita semua untuk menjaga diri, menjaga pasangan, dan semakin menghargai sakralnya ikatan pernikahan.

Apa Itu Zina?

Secara sederhana, zina adalah hubungan seksual yang dilakukan oleh laki-laki dan perempuan tanpa ikatan pernikahan yang sah. Dalam Islam, zina termasuk salah satu dari al-kabâir atau dosa besar. Zina tidak hanya merusak kehormatan pelaku, tapi juga mencederai masyarakat karena bisa menimbulkan kerusakan moral, keturunan yang tidak jelas nasabnya, serta hancurnya kepercayaan dalam rumah tangga.

Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an:

"Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk."
(QS. Al-Isra: 32)

Ayat ini menegaskan bukan hanya larangan berzina, tapi juga larangan untuk mendekatinya. Artinya, segala hal yang bisa mengantarkan ke perzinahan—seperti pacaran bebas, bersentuhan tanpa mahram, atau chatting mesra dengan lawan jenis yang bukan pasangan—sudah termasuk perbuatan mendekati zina.

Zina yang Dilakukan oleh Orang Menikah

Dalam hukum Islam, zina dibagi menjadi dua kategori besar:

  • Zina ghairu muhsan: dilakukan oleh orang yang belum menikah.
  • Zina muhsan: dilakukan oleh orang yang sudah menikah secara sah dan masih dalam ikatan itu.

Zina muhsan dianggap jauh lebih berat dosanya dibanding zina ghairu muhsan. Kenapa? Karena orang yang sudah menikah seharusnya memiliki penyaluran biologis yang halal dan terhormat bersama pasangannya. Jika tetap mencari jalan haram, maka kerusakan yang ditimbulkan lebih besar, termasuk pengkhianatan terhadap pasangan dan kehancuran rumah tangga.

Dalil Hadits tentang Hukuman Zina Bagi Orang Menikah

Dalam hadits-hadits shahih, Rasulullah SAW telah menegaskan hukuman bagi pezina. Di antaranya hadits dari Ubadah bin Shamit RA, Nabi SAW bersabda:

"Ambillah dariku, ambillah dariku. Sungguh Allah telah memberi jalan untuk mereka. Perawan dengan perawan, hukumannya seratus kali dera dan diasingkan selama satu tahun. Sedangkan laki-laki menikah dengan wanita menikah (jika berzina), maka hukumannya seratus kali dera dan dirajam."
(HR. Muslim)

Dari hadits ini jelas bahwa hukuman zina bagi orang yang sudah menikah (muhsan) adalah rajam—yakni dilempari batu hingga meninggal dunia—setelah sebelumnya disertai bukti-bukti sah atau pengakuan pelaku sendiri.

Syarat-Syarat Penerapan Hukuman

Hukum rajam tidak bisa asal dijatuhkan. Dalam syari’at Islam ada syarat ketat agar hukuman ini tidak disalahgunakan:

  • Adanya pengakuan dari pelaku sebanyak empat kali tanpa paksaan.
  • Adanya empat orang saksi laki-laki yang adil dan melihat langsung perbuatan zina.
  • Pelaku berstatus muhsan (sudah menikah sah dan pernah melakukan hubungan dengan pasangan halal).

Karena syaratnya sangat ketat, praktik penerapan hukuman rajam dalam sejarah Islam sangat jarang terjadi. Hal ini menunjukkan bahwa tujuan utama syari’at bukan sekadar menghukum, tetapi lebih kepada mencegah umat dari mendekati zina.

Penjelasan Lebih Luas tentang Maqashid Syariah

Dalam hukum Islam, ada konsep penting yang disebut maqashid syariah atau tujuan-tujuan utama syari’at. Para ulama menjelaskan bahwa maqashid syariah berfungsi untuk menjaga lima hal pokok: agama (hifzh al-din), jiwa (hifzh al-nafs), akal (hifzh al-‘aql), keturunan (hifzh al-nasl), dan harta (hifzh al-mal).

Hukuman zina yang berat memiliki keterkaitan langsung dengan maqashid ini:

  • Hifzh al-din: menjaga agama, karena zina termasuk perbuatan yang merusak iman.
  • Hifzh al-nafs: menjaga jiwa, karena zina bisa menimbulkan pembunuhan akibat perselisihan atau aib.
  • Hifzh al-‘aql: menjaga akal, sebab zina sering membawa kecanduan syahwat yang menutup akal sehat.
  • Hifzh al-nasl: menjaga keturunan, agar nasab anak jelas dan terhindar dari percampuran nasab.
  • Hifzh al-mal: menjaga harta, karena perselingkuhan sering berujung pada perebutan harta keluarga.

Jadi, bukan semata-mata hukuman keras yang ingin ditonjolkan syari’at, melainkan upaya menjaga tatanan sosial agar manusia hidup terhormat dan teratur.

Pandangan dari Berbagai Madzhab

Empat madzhab besar dalam Islam—Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan Hanbali—sepakat bahwa zina muhsan dihukum dengan rajam, meskipun ada perbedaan detail dalam syarat-syaratnya.

  • Madzhab Hanafi: menekankan pentingnya bukti empat saksi laki-laki. Tanpa saksi, hukuman tidak bisa diterapkan.
  • Madzhab Maliki: selain saksi, juga menerima bukti kehamilan sebagai indikasi zina bagi perempuan yang belum menikah.
  • Madzhab Syafi’i: menekankan syarat pengakuan empat kali atau saksi yang sangat jelas melihat langsung perbuatan zina.
  • Madzhab Hanbali: sepakat dengan rajam, tetapi detail teknis pelaksanaan bisa berbeda dengan madzhab lainnya.

Perbedaan pandangan ini menunjukkan keluasan khazanah fiqih Islam, sekaligus memberi pelajaran bahwa syari’at sangat hati-hati dalam menjatuhkan hukuman berat.

Hikmah di Balik Beratnya Hukum Zina

Mungkin ada yang bertanya: kenapa hukum zina begitu berat, apalagi bagi yang sudah menikah? Jawabannya adalah karena Islam ingin menjaga maqashid syariah. Zina bisa merusak semua itu.

  1. Menjaga kehormatan: agar manusia tidak seenaknya melampiaskan hawa nafsu.
  2. Menjaga keturunan: agar nasab anak jelas dan tidak menimbulkan kerusakan sosial.
  3. Menjaga rumah tangga: zina menghancurkan pernikahan dan kepercayaan.
  4. Menjaga masyarakat: agar tidak terjadi penyebaran penyakit menular seksual dan dekadensi moral.

Motivasi Menjaga Pernikahan

Dalam Islam, pernikahan adalah ibadah yang sangat agung. Rasulullah SAW bahkan menyebut bahwa menikah berarti telah menyempurnakan setengah agama. Karena itu, menjaga kesucian pernikahan adalah tanggung jawab besar.

Beberapa motivasi untuk menjaga rumah tangga dari zina antara lain:

  • Mengingat janji suci: pernikahan bukan hanya komitmen antara dua insan, tapi juga janji di hadapan Allah.
  • Membangun komunikasi: pasangan yang terbuka dan saling mendukung akan lebih kuat menghadapi godaan dari luar.
  • Memperbanyak ibadah bersama: shalat berjamaah, mengaji, atau menghadiri majelis ilmu bisa mempererat ikatan spiritual.
  • Menciptakan kebahagiaan rumah tangga: kebahagiaan kecil sehari-hari bisa menjadi benteng dari perselingkuhan.
  • Menjaga lingkungan pergaulan: menghindari pergaulan bebas yang bisa menjerumuskan pada zina.

Dengan motivasi-motivasi ini, pernikahan bisa menjadi sumber ketenangan, cinta, dan keberkahan, sesuai dengan tujuan Allah menciptakan pasangan hidup: litaskunu ilaiha wa ja’ala bainakum mawaddatan wa rahmah—agar kalian merasa tenang bersamanya, dan Allah menjadikan di antara kalian kasih sayang (QS. Ar-Rum: 21).

Perbedaan Pandangan Ulama dan Realita Zaman Sekarang

Dalam konteks negara modern, penerapan hukuman rajam memang hampir tidak ada, kecuali di beberapa wilayah yang masih menjalankan hukum Islam secara penuh. Namun para ulama menekankan bahwa meskipun hukuman dunia mungkin tidak terlaksana, dosa zina tetap sangat besar dan azab akhirat lebih pedih.

Di zaman sekarang, tantangan menjaga diri dari zina semakin besar. Media sosial, aplikasi pertemanan, dan budaya pergaulan bebas membuat peluang untuk terjerumus semakin mudah. Karena itu, peringatan dari Al-Qur’an dan hadits tetap relevan hingga kini.

Bagaimana Cara Bertaubat?

Islam selalu membuka pintu taubat bagi siapa saja yang pernah terjerumus dalam dosa zina, baik yang sudah menikah maupun belum. Syarat taubat adalah:

  • Menyesali perbuatan tersebut dengan sepenuh hati.
  • Berhenti total dari perbuatan zina dan semua yang mendekatinya.
  • Berjanji tidak akan mengulanginya lagi.
  • Memperbanyak amal shalih dan mendekatkan diri kepada Allah.

Allah SWT berfirman:

"Dan orang-orang yang tidak menyembah tuhan yang lain beserta Allah dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah kecuali dengan alasan yang benar, dan tidak berzina; barangsiapa yang melakukan demikian itu, niscaya dia mendapat (pembalasan) dosa(nya). Kecuali orang-orang yang bertaubat, beriman dan mengerjakan amal shaleh; maka kejahatan mereka diganti Allah dengan kebaikan."
(QS. Al-Furqan: 68-70)

Kesimpulan

Perzinahan yang dilakukan oleh orang yang sudah menikah merupakan dosa besar yang hukumannya sangat berat dalam syari’at Islam, yaitu rajam. Meskipun dalam praktiknya jarang sekali diterapkan karena syarat yang ketat, pesan moralnya sangat jelas: jauhi zina dalam bentuk apapun. Menjaga kesucian pernikahan, kesetiaan, dan kehormatan diri adalah bagian dari ibadah.

Untuk kita yang hidup di zaman modern, mari menjadikan peringatan ini sebagai motivasi untuk lebih menjaga diri, tidak mudah tergoda, dan selalu ingat bahwa pintu taubat terbuka lebar bagi siapa saja yang menyesali perbuatannya. Semoga Allah menjaga rumah tangga kita dari ujian perzinahan, dan menjadikan ikatan pernikahan sebagai sumber ketenangan, cinta, dan keberkahan.

Biro Ikhtiar Jodoh - Media Islami untuk mencari pasangan halal dan membangun rumah tangga sakinah.

Hashtag: #HukumZina #SyariatIslam #BiroIkhtiarJodoh #HukumIslam #MotivasiPernikahan #MaqashidSyariah #MadzhabIslam

Posting Komentar untuk "Hukum Bagi Orang Menikah yang Berzina Menurut Syariat Islam"